Rabu, 25 Juli 2012

Manajemen keperawatan


TUGAS RESUME
MANAJEMEN KEPERAWATAN



OLEH :

ANDY TAKDIR
09.005.017



PROGRAM STUDY STRATA SATU (S1) KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES)
RUMAH SAKIT UMUM DAYA
MAKASSAR
2012






KONSEP DASAR MANAJEMEN KEPERAWATAN

1.      Definisi
Manajemen adalah membuat pekerjaan selesai ( getting things done). ( WHO, 1999 ) Menejemen adalah mengungkapkan apa yang hendak dikerjakan, dan kemudian menyelesaikannya. Dengan kata lain menejemen menentukan tujuan nya dahulu dengan pasti ( yakni menyatakan dengan rinci apa yang hendak dituju ) dan kemudian mencapainya. ( WHO, 1999 )
Manajemen keperawatan adalah proses pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui upaya staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman kepada pasien, keluarga dan masyarakat. (Gillies, 1989).
Fungsi utama menejemen : perencanaan, penerapan ( implementasi ) dan eveluasi. Perencanaan mencakup rincian kriterian evaluasi, aturan, norma, yang akan dicapai dalam keputusan penerapan Dalam penerapan, menejemen berkaitan dengan pencapaian dan kinerja. Pada tahap penerapan harus diambil empat jenis utama keputusan. Keempat jenis keputusan pelaksanaan tersebut berhubungan dengan : koordinasi kegiatan, penempatan orang, pengolahan informasi. Evaluasi dipakai untuk keseluruhan proses pemeriksaan atau pengukuran dan penilaian akhir dari nilai. ( WHO, 1999 )

2.      Fungsi Manajemen Keperawatan
1)      Planning (perencanaan) sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi sampai dengan menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk mencapainya, melalui perencanaan yang akan daoat ditetapkan tugas- tugas staf. Dengan tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai pedoman untuk melakukan supervisi dan evaluasi serta menetapkan sumber daya yang dibutuhkan oleh staf dalam menjalankan tugas- tugasnya
2)      Organizing (pengorganisasian) adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber data yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
3)      Actuating (directing, commanding, coordinating) atau penggerakan adalah proses memberikan bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja secara optimal dan melakukan tugas- tugasnya sesuai dengan ketrampilan yang mereka miliki sesuai dengan dukungan sumber daya yang tersedia.
4)      Controlling (pengawasan, monitoring) adalah proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi.

3.      Lingkup Manajemen Keperawatan
Keperawatan merupakan disiplin praktis klinis. Manajer keperawatan yang efektif seyogyanya memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana. Manajer keperawatan mengelola kegiatan keperawatan meliputi:
1)      Menetapkan penggunaan proses keperawatan
2)      Mengetahui intervensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan diagnose
3)      Menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat
4)      Menerima akuntabilitas hasil kegiatan keperawatan
Berdasarkan gambaran diatas maka lingkup manajemen keperawatan terdiri dari:
1)      Manajemen operasional (manajemen pelayanan keperawatan)
2)      Pelayanan keperawatan di RS dikelola oleh bidang perawatan yang terdiri dari 3 tingkatan manajerial yaitu:
-          Manajemen puncak (kabid keperawatan)
-          Manajemen menengah (kepala unit pelayanan atau supervisor)
-          Manajemen bawah (kepala ruang perawatan)
Tidak setiap orang memiliki kedudukan dalam manajemen berhasil dalam kegiatannya. Faktor yang harus dimiliki manajeer adalah:
1)      Kemampuan menerapkan pengetahuan
2)      Ketrampilan kepemimpinan
3)      Kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin
4)      Kemampuan menjalankan fungsi manajemen
5)      Manajemen asuhan keperawatan
6)      Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang menggunakan konsep- konsep manajemen didalamnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atau evaluasi.
7)      Proses keperawatan adalah proses pemecahan masalah yang menekankan pada pengambilan keputusan tentang keterlibatan perawat yang dibutuhkan pasien.
8)      Pengkajian merupakan langkah awal dalam proses keperawatan yang mengharuskan perawat menentukan setepat mungkin pengalaman masa lalu pasien, pengetahuan yang dimiliki, perasaan dan harapan kesehatan dimasa mendatang.
9)      Pengkajian ini meliputi proses pengumpulan data, memvalidasi, menginterpretasikan informasi tentang pasien sebagai individu yang unik.
10)  Perencanaan intervensi keperawatan dibuat setelah perawat mampu memformulasikan diagnosa keperawatan
11)  Pelaksanaan merupakan penerapan rencana intervensi keperawatan merupakan langkah berikut dalam proses keperawatan
12)  Evaluasi merupakan pertimbangan sistematis dari standart dan tujuan yang dipilih sebelumnya dibandingkan dengan penerapan praktek yang aktual dan tingkat asuhan yang diberikan.
Keempat langkah dalam proses keperawatan ini berlangsung terus menerus dilakukan oleh perawat melalui metode penugasan yang telah ditetapkan oleh para manajer keperawatan sebelumnya.

4.      Prinsip Manajemen Keperawatan
a.       Manajemen keperawatan seyogyanya berlandaskan perencanaan, karena melalui fungsi perencanaan pimpinan dapat menurunkan resiko kesalahan, memudahkan pemecahan masalah
b.      Manajemen keperawatan dilaksanakan melalui penggunaan waktu yang efektif. Manajer keperawatan yang menghargai waktu akan menyusun perencanaan yang terprogram dengan baik dan melaksanakan kegiatan sesuai waktu yang telah ditentukan
c.       Manajemen keperawatan melibatkan para pengambil keputusan. Berbagai situasi maupun permasalahan yang terjadi saat mengelola kegiatan keperawatan memerlukan keterlibatan pengambil keputusan diberbagai tingkat manajerial
d.      Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan fokus perhatian manajer keperawatan dengan mempertimbangkan apa yang pasien lihat, fikir, yakini dan ingini. Kepuasan pasien  merupakan point utama dari seluruh tujuan perawatan
e.       Pengarahan merupakan elemen kegiatan manajemen keperawatan yang meliputi proses pendelegasian, supervisi, koordinasi dan pengendalian pelaksanaan rencana yang telah diorganisasikan
f.       Divisi keperawatan yang baik dapat memotivasi perawat untuk memperlihatkan penampilan kerja yang terbaik
g.      Manajemen keperawatan menggunakan komunikasi yang efektif
h.      Pengembangan staf penting untuk dilaksanakan sebagai upaya persiapan perawat pelaksana menduduki posisi yang lebih tinggi atau untuk peningkatan pengetahuan dan ketrampilan perawat.
i.        Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan yang meliputi: penilaian pelaksanaan yang rencana yang telah dibuat, pemberian instruksi, menetapkan standart dan membandingkannya dengan penampilan serta memperbaiki kekurangan yang terjadi.
Berdasarkan prinsip diatas maka hendaknya manajer keperawatan  bekerjasama dengan perawat dan staf dalam perencanaan dan pengorganisasian untuk mencapai tujuan yang telah dicapai sebelumnya

5.      Pilar – pilar dalam Model Praktik Keperawatan Professional (MPKP)
Dalam model praktik keperawatan professional terdiri dari empat pilar diantaranya adalah:
a.       Pilar I : pendekatan manajemen keperawatan
Dalam model praktik keperawatan mensyaratkaan pendekatan manajemen sebagai pilar praktik perawatan professional yang pertama. Pada pilar I yaitu pendekatan manajemen terdiri dari:
1)      Perencanaan dengan kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang MPKP meliputi (perumusan visi, misi, filosofi, kebijakan dan rencana jangka pendek ; harian,bulanan,dan tahunan)
2)      Pengorganisasian dengan menyusun stuktur organisasi, jadwal dinas dan daftar alokasi pasien.
3)      Pengarahan
Dalam pengarahan terdapat kegiatan delegasi, supervise, menciptakan iklim motifasi, manajemen waktu, komunikasi efektif yang mencangkup pre dan post conference, dan manajemen konflik
4)      Pengawasan
5)      Pengendalian.
b.      Pilar II: sistem penghargaan
Manajemen sumber daya manusia diruang model praktik keperawatan professional berfokus pada proses rekruitmen,seleksi kerja orientasi, penilaian kinerja, staf perawat.proses ini selalu dilakukan sebelum membuka ruang MPKP dan setiap ada penambahan perawatan baru.
c.       Pilar III: hubungan professional
Hubungan professional dalam pemberian pelayanan keperawata (tim kesehatan) dalam penerima palayana keperawatan (klien dan keluarga). Pada pelaksanaan nya hubungan professional secara interal artinya hubungan yang terjadi antara pembentuk pelayanan kesehatan misalnya antara perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan dan lain – lain. Sedangkan hubungan professional secara eksternal adalah hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan kesehatan.
d.      Pilar IV : manajemen asuhan keperawatan
Salah satu pilar praktik professional perawatan adalah pelayanan keperawat dengan mengunakan manajemen asuhan keperawatan di MPKP tertentu. Manajemen asuhan keperawat yang diterapkan di MPKP adalah asuhan keperawatan dengan menerapkan proses keperawatan

6.      Proses Manajemen Keperawatan
Proses manajemen keperawatan menurut Nursalam (2007) yaitu:
1)      Pengkajian- pengumpulan data
Pada tahap ini seseorang manajer dituntut tidak hanya mengumpulkan informasi tentang keadaan pasien, melainkan juga mengenai institusi (rumah saki atau puskesmas):’’ tenaga keperawatan, administrasi, dan bagian keuangan yang akan mempengaruhi fungsi organisasi keperawatn secara keseluruhan. Manajer perawat yang efektif harus mampu memanfaatkan proses manajemen dalam mencapai suatu tujuan melalui usaha orang lain.
2)      Perencanaan
Menyusun suatu perencanaan yang strategis dalam mencapai suatu tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Perencanaan disini dimaksud untuk menentukan kebutuhan dalam asuhan keperawatan kepada semua pasien, menehgakkan tujuan, mengalokasikan anggaran belanja, menetapkan ukuran dan tipe tenaga keperawatan yang dibutuhkan.
3)      Pelaksanaan
Manajemen keperawatan yang memerlukan kerja melalui orang lain, maka tahap implementasi dalam proses manajemen terdiri atas bagaimana manajer memimpin orang lain untuk menjalankan tindakan yang telah direncanakan.
4)      Evaluasi
Tahap akhir manajerial adalah mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai seberapa jauh staf mampu melaksanakan perannya sesuai dengan organisasi yang telah ditetapkan serta mengidentifikasi faktor – faktor yang menghambat dan mendukung dalam  pelaksanaan.



PERUBAHAN PENATAAN MODEL PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN

Pelayanan asuhan keperawatan yang optimal akan terus sebagai suatu tuntutan bagi organisasi pelayanan kesehatan. Saat ini terdapat suatu keinginan untuk mengubah sistem pemberian pelayanan kesehatan ke sistem desentralisasi. Dengan meningkatnya pendidikan bagi perawat, diharapkan dapat memberikan arah terhadap pelayanan keperawatan berdasarkan pada isu di masyarakat.
Sejak diakuinya keperawatan sebagai profesi dan ditumbuhkannya Pendidikan Tinggi Keperawatan (DIII Keperawatan, PSIK) dan berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun 1992, dan Permenkes No. 1239/2001; proses registrasi dan legislasi keperawatan, sehingga diharapkan UU Praktik Keperawatan di masa depan, adalah bentuk pengakuan adanya kewenangan dalam melaksanakan praktik keperawatan profesional.
Akan tetapi pelaksanaan Permenkes tersebut masih perlu mendapatkan persiapan-persiapan yang optimal oleh profesi keperawatan. Hal ini disebabkan adanya beberapa kendala yang dihadapi, meliputi:
1)      Belum adanya pengalaman dalam memberikan pengakuan terhadap praktik keperawatan;
2)      Belum dipahami wujud dan batasan dari praktik keperawatan sebagai praktik keperawatan profesional;
3)      Jenis dan sifat praktik keperawatan profesional yang harus dikembangkan.
Bertolak dari keadaan di atas, maka perlu dikembangkan adanya model praktik keperawatan yang perlu dan pantas diujicobakan, kemudian dikembangkan. Hal ini bisa dicapai dengan memberikan pengalaman belajar Praktik Klinik kepada mahasiswa (DIII, Ners), sehingga diharapkan mutu pelayanan kesehatan bisa meningkat.
1.      Peningkatan Kualitas Pelayanan Keperawatan
Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan, kita selalu berbicara mengenai kualitas, karena kualitas sangat diperlukan untuk:
1)      Meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen.
2)      Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi.
3)      Mempertahankan eksistensi institusi.
4)      Meningkatkan kepuasan kerja.
5)      Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan.
6)      Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.
2.    Pelaksanaan Standar Praktik Keperawatan
Standar Praktik Keperawatan di Indonesia disusun oleh Depkes RI (1995) yang terdiri atas beberapa standar.
Menurut JCHO: Joint Commission on Accreditation of Health care Organisation (1999: 1: 4: 249-54) terdapat 8 standar tentang asuhan keperawatan.
Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 KDM dari Henderson).
1.      Oksigen
2.      Cairan dan elektrolit
3.      Eliminasi
4.      Kebersihan dan kenyamanan fisik
5.      Keamanan
6.      Istirahat dan tidur
7.      Gerak dan jasmani
8.      Spiritual
9.      Emosional
10.  Komunikasi
11.  Mencegah dan mengatasi resiko psikologis
12.  Pengobatan dan membantu proses penyembuhan
13.  Penyuluhan
14.  Rehabilitasi
3. Model Praktik Praktik
(1) Praktik Keperawatan Rumah Sakit
Perawat profesional (Ners) mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan praktik keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Perlu dikembangkan pengertian praktik keperawatan rumah sakit dan lingkup cakupannya sebagai bentuk praktik keperawatan profesional, proses dan prosedur, registrasi, dan legislasi keperawatan.
(2) Praktik Keperawatan Rumah
Bentuk Praktik Keperawatan Rumah diletakkan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan rumah sakit. Dilakukan oleh perawat profesional rumah sakit, atau melalui pengikutsertaan perawat profesional yang melakukan praktik keperawatan berkelompok.
(3) Praktik Keperawatan Berkelompok
Dengan pola yang diuraikan dalam pendekatan dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah, beberapa perawat profesional membuka praktik keperawatan selama 24 jam kepada masyarakat yang memerlukan asuhan keperawatan untuk mengatasi berbagai bentuk masalah keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat. Bentuk praktik keperawatan ini dipandang perlu di masa depan, karena adanya pendapat, lama hari rawat di rumah sakit perlu dipersingkat mengingat biaya perawatan di rumah sakit diperkirakan akan terus meningkat.
(4) Praktik Keperawatan Individual
Dengan pola pendekatan dan pelaksanaan yang sama seperti yang diuraikan untuk praktik keperawatan rumah sakit. Perawat profesional senior dan berpengalaman dapat secara mandiri/perorangan membuka praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk memberi asuhan keperawatan khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi masyarakat yang memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat diperlukan oleh kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah.
PERUBAHAN MODEL SISTEM PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN
Sejalan dengan perkembangan dan perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi di Indonesia, maka model sistem asuhan keperawatan harus berubah mengarah pada suatu praktik keperawatan profesional. Model sistem asuhan keperawatan yang dapat dikembangkan adalah
1.      Tim,
2.      Primer,
3.      Kasus 

Selasa, 24 Juli 2012

Asuhan keperawatan stroke


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS STROKE




OLEH:

KELOMPOK II,
NIM ( 09.005.017 – 09.005.031)
Tugas Diskusi Mata Kuliah Kep.Gadar II, Semester VI



PROGRAM STUDY STRATA SATU (S1) ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )
RUMAH SAKIT UMU DAYA
MAKASSAR
2012








BAB I
PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG
        Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selainmenimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, Stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.
        Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakanmasalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya.Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan stroke yangmencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
        Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapisudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita stroke yang terusmeningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat,tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai stroke yang menunjukan masih menjadi salahsatu pemicu kematian tertinggi di Indonesia

2.      RUMUSAN MASALAH
a.       Konsep medis stroke?
b.      Konsep keperawatan stroke?
  
3.      TUJUAN
Mengetahui dan mengerti konsep medis dan konsep keperawatan dari penyakit stroke






BAB II
KONSEP MEDIS

1.      DEFINISI
Stroke = Cerebro Vascular Accident (CVA) = Cerebro VascularDisease (CVD) = Apoplexy adalahgangguan fungsi syaraf yang disebabkanoleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbulsecara mendadak(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengangejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologiskarena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma). (Lynda Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO. (1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan olehgangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejalasesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu


2.      ETIOLOGI
Ø  Stroke dapat disebabkan karena faktor-faktor berikut ini :
-          Penyumbatan pembuluh darah oleh karena jendalan/gumpalandarah (thrombus atau embolus).
-          Robek atau pecahnya pembuluh darah.
-          Adanya penyakit-penyakit pada pembuluh darah.
-          Adanya gangguan susunan komponen darah
Ø  Secara garis besar, stroke di bagi dalam 2 kategori besar, yaitu :
1.      Stroke Non-Haemorrhagic (SNH) Iskemik ;
a.       Emboli.
b.      Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar).
c.       Malformasi arteri-vena.
d.      Trombosis.
e.       Migren.
f.       Hiperkoagulasi darah.Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin).
g.      Kelainan darah.
2.      Stroke Haemorraghic (SH) ;
a.       Infark otak (80%).
b.      Perdarahan intracerebral (15%).
c.       Perdarahan sub arachnoid (5%).

3.      FAKTOR RESIKO
Ø  Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.      Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.
2.      Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.
3.      Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit jantung lainnya.
4.      Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri danpenurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan)
5.      Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun pada ektremitas.
Ø  Dari hasil data penelitian di Oxford,Inggris bahwa penduduk yang mengalami strokedisebabkan kondisi-kondisi sebagai berikut :
1.      Tekanan darah tinggi tetapi tidak diketahui 50-60%
2.      Iskemik Heart Attack 30%
3.      TIA 24%
4.      Penyakit arteri lain 23%
5.      Heart Beat tidak teratur 14%
6.      DM 9%
Ø  Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalammeningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebutdiantaranya, adalah:
1.      Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan antara keduanya itu.
2.      Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinyastroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan haltersebut berkaitan secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlaluberat dapat menimbulkan MCI.
3.      Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak daripadawanita
4.      Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namuntidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini.
5.      Riwayat keluarga.

4.      KLASIFIKASI
1.      Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :
a.       Stroke Haemorhagic, (SH)
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b.      Stroke Non Haemorhagic (SNH)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadisaat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadiperdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnyadapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.
1)      Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a.       TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selamabeberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilangdengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.      Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguanneurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan24 jam atau beberapa hari.
c.       Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap ataupermanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali olehserangan TIA berulang

5.      PATOFISIOLOGI
Ø  Dasar-dasar vaskularisasi otak
Sepasang pembuluh darah karotis denyut pembuluh darah besar inidapat diraba di leher depan,sebelah kiri dan kanan dibawahmandibula. Arteri carotis masuk ke dalam kranial bercabangmenjadi 3 (tiga), yaitu arteri serebri anterior, arteri serebri mediadan arteri serebri posterior.Ketiganya saling berhubungan melaluipembuluh darah yang disebut arteri communis anterior dan arteri communis posterior.
Sepasang pembuluh darah vertebralis, denyut pembuluh darah initidak dapat diraba karenaterletak menyelusup dibagian sampingtulang leher (servicalis). Arteri ini memperdarahi batang otak dan kedua otak kecil (cerebellum).
Kedua pembuluh darah besar ini di dalam rongga kranial akan saling berhubungan, dan membentuk anyamanpembuluh darah yang dikenal dengan nama “Sirkulasi Willisi”. Pada permukaan otak pembuluh darah ini akan saling berhubungan disebut dengan “Anastomosis”.

6.      MANIFESTASI KLINIS
a)       Stroke non-haemorrhagic (SNH) (iskemik) gejala utamanya adalah timbulnya defisit neurologis.
Secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadipada waktu istirahat ataubangunpagi dan kesadaran biasanyatidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.
b)      Stroke Heamorrhagic menurut WHO diklasifikasikan menjadi :
1.      Perdarahan intracerebral
Mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecualinyeri kepala karena hipertensi.Serangan seringkali sianghari, saat aktifitas atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanyahebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat padapermulaan seranga
Kesadaranbiasanya cepat menurundan cepat masuk coma (65% terjadi kurang dari ½ jam,23% antara ½ - 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam – 19 hari).
2.      Perdarahan subarachnoid
Gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut.Kesadaran sering terganggu dansangat bervariasi. Adagejala/tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapatterjadi bilaada perdarahan subhialoid karena pecahnyaaneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri carotis interna.
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannyagangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manisfestasi klinis stroke akut dapat berupa :
1.      Hemiparesis kelumpuhan wajah atau anggota badan yangtimbul mendadak.
2.       Hemisensorik gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
3.      Perubahan mendadak status mental confusion, delirium,letargi, stupor, coma.
4.      Afasia bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitanmemahami ucapan.
5.      Disartria bicara pelo atau cadel.
6.       Hemianopia / monokuler atau diplopia gangguan penglihatan.
7.      Ataksia trunkal atau anggota badan.
8.      Vertigo, mual dan muntah atau nyeri kepala

7.      DIAGNOSA KLINIS
a.       Anamnesis klinis dan pemeriksaan fisis-neurologis
b.       Sistem score untuk membedakan jenis stroke.
c.       CT Scan merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan infark dengan perdarahan.
d.      MRI lebih sensitif dari CT Scan dalam mendeteksi infark cerebri dini dan infark batang otak.

8.      PENATALAKSANAAN
Ø  Stoke akut di Unit Gawat Darurat
Waktu adalah otak yang merupakan ungkapan yang menunjukkanyang menunjukkan betapa pentingnya pengobatan stroke sedini mungkin,karena “jendela terapi” dari stroke hanya 3-6 jam.Penatalaksanaan yangcepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasilakhir pengobatan. Hal yang harus dilakukan adalah :
a.       Stabilitas klien dengan tindakan Air way, Breathing dan Circulating.
b.      Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau coma atau gagal nafas.
c.       Infus intavena dengan cairan normasalin 0,9% 20 ml/jam, janganpakai cairan hipotonis edema otak.
d.      Berikan oksigen 2-4 liter/menit.
e.       Pertimbangkan pemberian nutrisi melalui NGT.
f.       EKG.
g.      Pemeriksaan darah dan urine.


Ø  Perawatan umum
Kebanyakan morbiditas dan mortalitas stroke berkaitan dengankomplikasi nonneurologis, yang dapat diminimalkan seperti berikut ini :
a.       Demam.
b.      Nutrisi.
c.       Hidrasi intravena hipovolemia
d.      Glukosa hiperglikemia dan hipoglikemia
e.       Perawatan paru
f.       Aktifitas immobilisasi.
g.      Neurorestorasi dini stimulus sensorik, kongnitif, memory, bahasa, emosi serta visuospasial.
h.      Perawatan vesica .
Ø  Pencegahan
a.       Pencegahan primer
1.      Kampanye nasional terintegrasi
2.      Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke ;
a)      Menghindari rokok, stress mental, alkohol, kegemukan,konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b)      Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan.
c)      Mengendalikan hipertensi, DM, penyakit jantung danpenyakit vascular lainnya.
d)     Menganjurkan konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.
b.      Pencegahan sekunder
1.      Modifikasi gaya hidup beresiko stroke dan faktor resiko.
2.      Melibatkan peran keluarga seoptimal mungkin.
3.      Obat-obatan yang digunakan.
4.      Tindakan invasive.
Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi
a)      Kerjasama tim yang dipimpin oleh dokter spesialis syaraf dan dibantuoleh perawat khusus stroke, pertugas terapi fisik dan okupasional,petugas terapi wicara serta ahli gizi dengan melibatkan peran keluarga dan petugas sosial (bila ada).
b)      Harus dilaksanakan sedini mungkin dengan memperhatikanfaktor-faktor gangguan motorik, sensorik, kognitif, komunikasi, visual dan emosi.
c)      Mobilisasi aktif sedini mungkin secara bertahap sesuai toleransi setelah kondisi neurologis dan hemodinamik stabil.








BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

1.      PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.
a.       Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
1.      Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2.      Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3.      Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4.      Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5.      Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6.      Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7.      Pola-pola fungsi kesehatan
a.       Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b.      Pola nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c.       Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
d.      Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e.       Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f.       Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g.      Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h.      Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i.        Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j.         Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k.      Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8.      Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum
1.      Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
2.      Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
3.      Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b.      Pemeriksaan integument
1)      Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
2)      Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
3)      Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c.       Pemeriksaan kepala dan leher
- Kepala : bentuk normocephalik
-  Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
- Leher : kaku kuduk jarang terjadi
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan
e.       Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f.       Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g.      Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h.      Pemeriksaan neurologi
1)      Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
2)      Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
3)      Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
4)      Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
5)      Pemeriksaan penunjang
a)      Pemeriksaan radiologi
1.      CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2.      MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
3.      Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
4.      Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
b)      Pemeriksaan laboratorium
1.      Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2.      Pemeriksaan darah rutin
3.      Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
b.      Analisa data
Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik kesimpulan.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi.
a)      Gangguan perfusi jaringan otak
b)      Gangguan mobilitas fisik
c)      Gangguan persepsi
d)     Gangguan komunikasi verbal otak.
e)      Gangguan eliminasi alvi(konstipasi)
f)       Resiko gangguan nutrisi
g)      Kurangnya pemenuhan perawatan diri
h)      Resiko gangguan integritas kulit
i)        Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas
j)        Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin)

3.       INTERVENSI DAN RASIONAL
a)       Gangguan perfusi jaringan otak
Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
1.      Klien tidak gelisah.
2.      Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3.      GCS  E: 4  V:5 M: 6.
4.      Pupil isokor, reflek cahaya (+).
5.      Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit).
Rencana tindakan :
1.      Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya.
2.      Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat.
3.      Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam.
4.      Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis).
5.      Anjurkan klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan.
6.      Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
7.       Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.
Rasional :
1.      Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2.      Untuk mencegah perdarahan ulang.
3.      Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
4.      Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5.      Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang.
6.      Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya.
7.      Memperbaiki sel yang masih viable.

b.      Gangguan mobilitas fisik
Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
1.      Tidak terjadi kontraktur sendi.
2.      Bertambahnya kekuatan otot.
3.      Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Rencana tindakan :
1.      Ubah posisi klien tiap 2 jam.
2.      Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit.
3.      Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.
4.      Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya.
5.      Tinggikan kepala dan tangan.
6.      Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.
Rasional :
1.      Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
2.      Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
3.      Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan.

c.       Gangguan persepsi sensori
Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil :
1.      Adanya perubahan kemampuan yang nyata.
2.      Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang.
Rencana tindakan :
1.      Tentukan kondisi patologis klien.
2.      Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi.
3.      Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama.
4.      Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat.
5.      Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek.
Rasional :
1.      Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan.
2.      Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien.
3.      Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi.
4.      Untuk mengetahui keadaan emosi klien.
5.      Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.

d.      Gangguan komunikasi verbal
Tujuan :
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
Kriteria hasil :
1.      Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi.
2.      Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat.
Rencana tindakan :
1.      Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat.
2.      Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.
3.      Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”.
4.      Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
5.      Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
6.      Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.
Rasional :
1.      Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien.
2.      Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain.
3.      Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi.
4.      Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif.
5.      Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi.
6.      Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar.

e.       Kurangnya perawatan diri
Tujuan :
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
1.      Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien.
2.      Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rencana tindakan :
1.      Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri.
2.      Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh.
3.      Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
4.      Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya.
5.      Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional :
1.      Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.
2.      Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus.
3.      Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan.
4.      Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu.
5.      Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.

f.       Resiko gangguan nutrisi
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
1.      Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan.
2.      Hb dan albumin dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1.      Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk.
2.      Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama dan sesudah makan.
3.      Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan.
4.      Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
5.      Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
6.      Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air.
7.      Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
8.      Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan.
9.      Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang.
Rasional :
1.      Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
2.      Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
3.      Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler.
4.      Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan.
5.      Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar.
6.      Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
7.      Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko terjadinya tersedak.
8.      Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan.
9.      Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

g.      Gangguan eliminasi alvi (konstipasi)
Tujuan :
Klien tidak mengalami kopnstipasi.
Kriteria hasil :
1.      Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat.
2.      Konsistensifses lunak.
3.      Tidak teraba masa pada kolon ( scibala ).
4.      Bising usus normal ( 15-30 kali permenit ).
Rencana tindakan :
1.      Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.
2.      Auskultasi bising usus.
3.      Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat.
4.      Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi.
5.      Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
6.      Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema).
Rasional :
1.      Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi.
2.      Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik.
3.      Diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi regular.
4.      Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi regular.
5.       Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic.
6.      Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.

h.      Resiko gangguan integritas kulit
Tujuan :
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria hasil :
1.      Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka.
2.      Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka.
3.      Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Rencana tindakan :
1.      Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin.
2.      Rubah posisi tiap 2 jam.
3.      Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol.
4.      Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
5.      Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
6.      Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.
Rasional :
1.      Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
2.      Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3.      Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
4.      Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
5.      Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
6.      Mempertahankan keutuhan kulit.
i.        Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Tujuan:
                     Jalan nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
1.      Klien tidak sesak nafas
2.      Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
3.      Tidak retraksi otot bantu pernafasan
4.      Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Rencana tindakan:
1.      Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas
2.      Rubah posisi tiap 2 jam sekali
3.      Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
4.      Observasi pola dan frekuensi nafas
5.      Auskultasi suara nafas
6.      Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
Rasional:
1.      Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2.      Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
3.      Air yang cukup dapat mengencerkan secret
4.      Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
5.      Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
6.      Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru

j.        Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri)
Tujuan :
                     Klien mampu mengontrol eliminasi urinnya.
Kriteria hasil :
1.      Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensi
2.      Tidak ada distensi bladder.
Rencana tindakan :
1.      Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.
2.      Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
3.      Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
4.      Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan.
5.      Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi).
Rasional :
1.      Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih.
2.      Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis.
3.      Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
4.      Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga memerlukanuntuk lebih sering berkemih.
5.      Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.














BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Menurut WHO. (1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan olehgangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejalasesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu

B.     SARAN
Untuk penderita tekanan darah tinggi biasanya tidak diberikan antikoagulan dan juga pada pasien dengan perdarahanotak, karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Selain itu, penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infuse untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stoke in evolution, diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi komplikasi.
Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki alirandarah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan.
Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringanatau transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinyastroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang.
Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderitastroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita strokeyang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatiankhusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan.