ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KASUS STROKE
OLEH:
KELOMPOK II,
NIM ( 09.005.017 – 09.005.031)
Tugas Diskusi Mata Kuliah Kep.Gadar II, Semester VI
PROGRAM
STUDY STRATA SATU (S1) ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )
RUMAH SAKIT
UMU DAYA
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Penderita Stroke saat ini menjadi
penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan
rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selainmenimbulkan beban ekonomi
bagi penderita dan keluarganya, Stroke juga menjadi beban bagi pemerintah
dan perusahaan asuransi kesehatan.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai
saat ini, Stroke masih merupakanmasalah utama di bidang neurologi maupun
kesehatan pada umumnya.Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan
strategi penangulangan stroke yangmencakup aspek preventif, terapi
rehabilitasi, dan promotif.
Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar
pelengkap, tetapisudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka
penderita stroke yang terusmeningkat dari tahun ke tahun di
Indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat,tepat dan akurat akan
meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun
makalah mengenai stroke yang menunjukan masih menjadi salahsatu pemicu
kematian tertinggi di Indonesia
2.
RUMUSAN MASALAH
a.
Konsep medis stroke?
b.
Konsep keperawatan stroke?
3.
TUJUAN
Mengetahui dan mengerti konsep medis dan
konsep keperawatan dari penyakit stroke
BAB II
KONSEP MEDIS
1.
DEFINISI
Stroke = Cerebro Vascular Accident (CVA) = Cerebro VascularDisease (CVD) = Apoplexy adalahgangguan fungsi syaraf yang disebabkanoleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbulsecara mendadak(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengangejala atau
tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologiskarena
insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah
disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap
embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat
ruptur arteri (aneurisma). (Lynda Juall
Carpenito, 1995).
Menurut WHO. (1989) Stroke adalah
disfungsi neurologi akut yang disebabkan
olehgangguan aliran darah yang
timbul secara mendadak dengan tanda dan gejalasesuai dengan daerah fokal pada otak yang
terganggu
2. ETIOLOGI
Ø
Stroke dapat disebabkan karena
faktor-faktor berikut ini :
-
Penyumbatan pembuluh darah oleh karena
jendalan/gumpalandarah (thrombus atau embolus).
-
Robek
atau pecahnya pembuluh darah.
-
Adanya penyakit-penyakit pada pembuluh
darah.
-
Adanya gangguan susunan komponen darah
Ø
Secara garis besar, stroke di bagi
dalam 2 kategori besar, yaitu :
1. Stroke
Non-Haemorrhagic (SNH) Iskemik ;
a. Emboli.
b. Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar).
c. Malformasi arteri-vena.
d. Trombosis.
e. Migren.
f. Hiperkoagulasi darah.Penyalahgunaan
obat (kokain atau amfetamin).
g. Kelainan darah.
2. Stroke Haemorraghic (SH)
;
a. Infark
otak (80%).
b. Perdarahan
intracerebral (15%).
c. Perdarahan sub
arachnoid (5%).
3. FAKTOR
RESIKO
Ø
Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1.
Akibat adanya kerusakan pada arteri,
yairtu usia, hipertensi dan DM.
2.
Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.
3.
Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart
tidak teratur atau jenis penyakit jantung lainnya.
4.
Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu
tinggi, aneurisma pada arteri danpenurunan faktor pembekuan darah (leukemia,
pengobatan dengan anti koagulan)
5.
Bukti-bukti yang menyatakan telah
terjadi kerusakan pembuluh darah arteri sebelumnya
: penyakit jantung angina, TIA., suplai darah
menurun pada ektremitas.
Ø
Dari hasil data penelitian
di Oxford,Inggris bahwa penduduk yang mengalami strokedisebabkan kondisi-kondisi
sebagai berikut :
1.
Tekanan darah tinggi tetapi tidak diketahui
50-60%
2.
Iskemik Heart Attack 30%
3.
TIA 24%
4.
Penyakit arteri lain 23%
5.
Heart Beat tidak teratur 14%
6.
DM 9%
Ø
Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama
ini dianggap berperan dalammeningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak
ditemukan pada penelitian tersebutdiantaranya, adalah:
1.
Merokok, memang merokok dapat merusak arteri
tetapi tidak ada bukti kaitan antara keduanya itu.
2.
Latihan, orang mengatakan bahwa
latihan dapat mengurangi resiko terjadinyastroke. Namun dalam penelitian
tersebut tidak ada bukti yang menyatakan haltersebut berkaitan secara
langsung. Walaupun memang latihan yang terlaluberat dapat menimbulkan MCI.
3.
Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko
yang sama terkena
serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria
lebih banyak daripadawanita
4.
Obesitas. Dinyatakan kegemukan
menimbulkan resiko yang lebih besar, namuntidak ada bukti secara medis yang
menyatakan hal ini.
5.
Riwayat keluarga.
4. KLASIFIKASI
1. Stroke
dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :
a. Stroke
Haemorhagic, (SH)
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b. Stroke Non
Haemorhagic (SNH)
Dapat berupa
iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadisaat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadiperdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnyadapat timbul
edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.
1)
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a.
TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis
setempat yang terjadi selamabeberapa menit sampai beberapa jam saja.
Gejala yang timbul akan hilangdengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang
dari 24 jam.
b.
Stroke involusi: stroke yang terjadi
masih terus berkembang dimana gangguanneurologis terlihat semakin
berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan24 jam atau beberapa hari.
c.
Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang
timbul sudah menetap
ataupermanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali olehserangan
TIA berulang
5.
PATOFISIOLOGI
Ø
Dasar-dasar vaskularisasi otak
Sepasang pembuluh darah karotis denyut pembuluh darah besar inidapat diraba di leher depan,sebelah kiri dan kanan dibawahmandibula. Arteri carotis masuk ke dalam kranial bercabangmenjadi 3 (tiga), yaitu arteri serebri anterior, arteri serebri mediadan arteri serebri posterior.Ketiganya saling berhubungan melaluipembuluh darah yang disebut arteri communis anterior dan
arteri communis posterior.
Sepasang pembuluh darah vertebralis, denyut pembuluh darah initidak dapat diraba karenaterletak menyelusup dibagian sampingtulang leher (servicalis). Arteri ini memperdarahi batang
otak dan kedua otak kecil (cerebellum).
Kedua pembuluh darah besar ini di dalam rongga
kranial akan saling berhubungan, dan membentuk anyamanpembuluh darah yang dikenal dengan
nama “Sirkulasi Willisi”. Pada permukaan otak pembuluh darah
ini akan saling berhubungan disebut dengan “Anastomosis”.
6.
MANIFESTASI KLINIS
a) Stroke non-haemorrhagic (SNH) (iskemik) gejala
utamanya adalah timbulnya defisit neurologis.
Secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadipada waktu istirahat ataubangunpagi dan kesadaran biasanyatidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.
b)
Stroke Heamorrhagic menurut WHO diklasifikasikan menjadi :
1.
Perdarahan intracerebral
Mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecualinyeri kepala karena hipertensi.Serangan seringkali sianghari, saat aktifitas atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanyahebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat padapermulaan seranga
Kesadaranbiasanya cepat menurundan cepat masuk coma (65% terjadi kurang dari ½ jam,23% antara ½ - 2 jam, dan
12% terjadi setelah 2 jam – 19 hari).
2.
Perdarahan subarachnoid
Gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut.Kesadaran sering terganggu dansangat bervariasi. Adagejala/tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapatterjadi bilaada perdarahan subhialoid karena pecahnyaaneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri carotis interna.
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannyagangguan pembuluh darah dan lokasinya.
Manisfestasi klinis stroke akut dapat berupa :
1. Hemiparesis kelumpuhan wajah atau anggota badan yangtimbul mendadak.
2. Hemisensorik gangguan sensibilitas
pada satu atau lebih anggota badan.
3. Perubahan mendadak status mental confusion, delirium,letargi, stupor, coma.
4. Afasia
bicara tidak lancar, kurangnya ucapan,
atau kesulitanmemahami ucapan.
5. Disartria
bicara pelo atau cadel.
6. Hemianopia / monokuler atau diplopia gangguan penglihatan.
7. Ataksia
trunkal atau anggota badan.
8. Vertigo,
mual dan muntah atau nyeri kepala
7.
DIAGNOSA KLINIS
a.
Anamnesis klinis dan pemeriksaan
fisis-neurologis
b.
Sistem score untuk membedakan jenis
stroke.
c.
CT Scan merupakan pemeriksaan baku emas untuk
membedakan infark dengan perdarahan.
d.
MRI lebih sensitif dari CT Scan dalam mendeteksi
infark cerebri dini dan infark batang otak.
8.
PENATALAKSANAAN
Ø Stoke
akut di Unit Gawat Darurat
Waktu adalah otak yang merupakan ungkapan yang menunjukkanyang menunjukkan betapa
pentingnya pengobatan stroke sedini mungkin,karena “jendela terapi” dari stroke hanya 3-6 jam.Penatalaksanaan yangcepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasilakhir
pengobatan. Hal yang harus dilakukan adalah :
a.
Stabilitas klien dengan tindakan Air way,
Breathing dan Circulating.
b.
Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor
atau coma atau gagal nafas.
c.
Infus intavena dengan cairan normasalin 0,9% 20 ml/jam, janganpakai cairan hipotonis edema
otak.
d.
Berikan oksigen 2-4 liter/menit.
e.
Pertimbangkan pemberian nutrisi melalui NGT.
f.
EKG.
g.
Pemeriksaan darah dan urine.
Ø
Perawatan umum
Kebanyakan morbiditas dan mortalitas stroke berkaitan dengankomplikasi nonneurologis, yang
dapat diminimalkan seperti berikut ini :
a. Demam.
b. Nutrisi.
c. Hidrasi
intravena hipovolemia
d. Glukosa hiperglikemia dan
hipoglikemia
e. Perawatan
paru
f. Aktifitas
immobilisasi.
g. Neurorestorasi
dini stimulus sensorik, kongnitif, memory, bahasa, emosi serta visuospasial.
h. Perawatan
vesica .
Ø
Pencegahan
a. Pencegahan
primer
1.
Kampanye nasional terintegrasi
2.
Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke ;
a)
Menghindari rokok, stress mental, alkohol, kegemukan,konsumsi garam
berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b)
Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan.
c)
Mengendalikan hipertensi, DM, penyakit jantung danpenyakit vascular
lainnya.
d)
Menganjurkan konsumsi gizi seimbang dan
olahraga teratur.
b. Pencegahan
sekunder
1.
Modifikasi gaya hidup beresiko stroke dan faktor
resiko.
2.
Melibatkan peran keluarga seoptimal mungkin.
3.
Obat-obatan yang digunakan.
4.
Tindakan invasive.
Neurorestorasi dan
Neurorehabilitasi
a) Kerjasama tim yang dipimpin oleh dokter spesialis
syaraf dan dibantuoleh perawat khusus stroke, pertugas terapi fisik dan okupasional,petugas terapi wicara serta ahli gizi dengan melibatkan
peran keluarga dan petugas sosial (bila ada).
b) Harus dilaksanakan sedini mungkin dengan memperhatikanfaktor-faktor gangguan motorik,
sensorik, kognitif, komunikasi, visual dan emosi.
c)
Mobilisasi aktif sedini mungkin secara bertahap sesuai toleransi
setelah kondisi neurologis dan hemodinamik stabil.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan
landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi
arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan,
yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis
keperawatan.
a.
Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi
tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis,
sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi,
kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
1.
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan
terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2.
Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3.
Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4.
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes
militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
5.
Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
6.
Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang
sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7.
Pola-pola fungsi kesehatan
a.
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok,
penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b.
Pola nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan menelan,
nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c.
Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine
dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus
d.
Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e.
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran
untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f.
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami
gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka
dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan
memori dan proses berpikir.
i.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah
seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
j.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan
untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
k.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
8.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum
1.
Kesadaran : umumnya mengelami penurunan
kesadaran
2.
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu
sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
3.
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat,
denyut nadi bervariasi
b.
Pemeriksaan integument
1)
Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping
itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
2)
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger,
cyanosis
3)
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c.
Pemeriksaan kepala dan leher
- Kepala : bentuk normocephalik
- Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke
salah satu sisi
- Leher : kaku kuduk jarang terjadi
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara
nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak
teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan
e.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus
akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau
retensio urine
g.
Pemeriksaan ekstremitas
Sering
didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h.
Pemeriksaan neurologi
1)
Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
2)
Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi
kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
3)
Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
4)
Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi
yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
5)
Pemeriksaan penunjang
a)
Pemeriksaan radiologi
1.
CT scan : didapatkan hiperdens fokal,
kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2.
MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami
hemoragik.
3.
Angiografi serebral : untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
4.
Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan
keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah
satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
b)
Pemeriksaan laboratorium
1.
Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah
biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2.
Pemeriksaan darah rutin
3.
Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat
terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali.Pemeriksaan darah lengkap : unutk
mencari kelainan pada darah itu sendiri.
b.
Analisa data
Analisa data merupakan kegiatan intelektual
yang meliputi kegiatan mentabulasi, mengklasifikasi, mengelompokkan,
mengkaitkan data dan akhirnya menarik kesimpulan.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupaka suatu
pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan
tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau
dikurangi.
a)
Gangguan perfusi jaringan otak
b)
Gangguan mobilitas fisik
c)
Gangguan persepsi
d)
Gangguan komunikasi verbal otak.
e)
Gangguan eliminasi alvi(konstipasi)
f)
Resiko gangguan nutrisi
g)
Kurangnya pemenuhan perawatan diri
h)
Resiko gangguan integritas kulit
i)
Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas
j)
Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin)
3.
INTERVENSI DAN RASIONAL
a) Gangguan
perfusi jaringan otak
Tujuan :
Perfusi
jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
1.
Klien tidak gelisah.
2.
Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3.
GCS E: 4 V:5 M: 6.
4.
Pupil isokor, reflek cahaya (+).
5.
Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali
permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit).
Rencana tindakan :
1.
Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang
sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya.
2.
Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat.
3.
Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain
tekanan intrakranial tiap dua jam.
4.
Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan
letak jantung ( beri bantal tipis).
5.
Anjurkan klien untuk menghindari batukdan
mengejan berlebihan.
6.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi
pengunjung.
7.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian obat neuroprotektor.
Rasional :
1.
Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan.
2.
Untuk mencegah perdarahan ulang.
3.
Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada
klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
4.
Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5.
Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang.
6.
Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenagngan mingkin diperlukan
untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan
lainnya.
7.
Memperbaiki sel yang masih viable.
b. Gangguan
mobilitas fisik
Tujuan :
Klien mampu
melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
1.
Tidak terjadi kontraktur sendi.
2.
Bertambahnya kekuatan otot.
3.
Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas.
Rencana tindakan :
1.
Ubah posisi klien tiap 2 jam.
2.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak
aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit.
3.
Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.
4.
Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya.
5.
Tinggikan kepala dan tangan.
6.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan
fisik klien.
Rasional :
1.
Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan
akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
2.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
3.
Otot volunter akan kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan.
c. Gangguan
persepsi sensori
Tujuan :
Meningkatnya
persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil :
1.
Adanya perubahan kemampuan yang nyata.
2.
Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang.
Rencana tindakan :
1.
Tentukan kondisi patologis klien.
2.
Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan
persepsi.
3.
Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan
telaten dan seksama.
4.
Observasi respon perilaku klien, seperti
menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat.
5.
Berbicaralah dengan klien secara tenang dan
gunakan kalimat-kalimat pendek.
Rasional :
1.
Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami
gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan.
2.
Untuk mempelajari kendala yang berhubungan
dengan disorientasi klien.
3.
Agar klien tidak kebingungan dan lebih
konsentrasi.
4.
Untuk mengetahui keadaan emosi klien.
5.
Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga
setiap masalah dapat dimengerti.
d. Gangguan
komunikasi verbal
Tujuan :
Proses
komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
Kriteria hasil :
1.
Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan
klien dapat dipenuhi.
2.
Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara
verbal maupun isarat.
Rencana tindakan :
1.
Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan
bahasa isarat.
2.
Antisipasi setiap kebutuhan klien saat
berkomunikasi.
3.
Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan
pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”.
4.
Anjurkan kepada keluarga untuk tetap
berkomunikasi dengan klien
5.
Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
6.
Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan
wicara.
Rasional :
1.
Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien.
2.
Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada
orang lain.
3.
Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi.
4.
Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan
komunikasi yang efektif.
5.
Memberi semangat pada klien agar lebih sering
melakukan komunikasi.
6.
Melatih klien belajar bicara secara mandiri
dengan baik dan benar.
e. Kurangnya
perawatan diri
Tujuan :
Kebutuhan
perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
1.
Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri
sesuai dengan kemampuan klien.
2.
Klien dapat mengidentifikasi sumber
pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rencana tindakan :
1.
Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam
melakukan perawatan diri.
2.
Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan
aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh.
3.
Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat
dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
4.
Berikan umpan balik yang positif untuk setiap
usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya.
5.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional :
1.
Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual.
2.
Meningkatkan harga diri dan semangat untuk
berusaha terus-menerus.
3.
Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan
sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah
frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk
diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan.
4.
Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian
serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu.
5.
Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong
khusus.
f.
Resiko gangguan nutrisi
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
1.
Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan.
2.
Hb dan albumin dalam batas normal.
Rencana tindakan
:
1.
Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah,
menelan dan reflek batuk.
2.
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu,
seama dan sesudah makan.
3.
Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut
secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan.
4.
Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak
terganggu.
5.
Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan
yang tenang.
6.
Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah
cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air.
7.
Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
8.
Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program
latihan/kegiatan.
9.
Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan
ciran melalui iv atau makanan melalui selang.
Rasional :
1.
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan
diberikan pada klien.
2.
Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena
gaya gravitasi.
3.
Membantu dalam melatih kembali sensori dan
meningkatkan kontrol muskuler.
4.
Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa
kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan.
5.
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan
tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar.
6.
Makan lunak/cairan kental mudah untuk
mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
7.
Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan
merunkan resiko terjadinya tersedak.
8.
Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak
yang meningkatkan nafsu makan.
9.
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala
sesuatu melalui mulut.
g.
Gangguan eliminasi alvi (konstipasi)
Tujuan :
Klien tidak mengalami kopnstipasi.
Kriteria hasil :
1.
Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar
tanpa menggunakan obat.
2.
Konsistensifses lunak.
3.
Tidak teraba masa pada kolon ( scibala ).
4.
Bising usus normal ( 15-30 kali permenit ).
Rencana tindakan
:
1.
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga
tentang penyebab konstipasi.
2.
Auskultasi bising usus.
3.
Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang
mengandung serat.
4.
Berikan intake cairan yang cukup (2 liter
perhari) jika tidak ada kontraindikasi.
5.
Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
6.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian
pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema).
Rasional :
1.
Klien dan keluarga akan mengerti tentang
penyebab obstipasi.
2.
Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik.
3.
Diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang
peristaltik dan eliminasi regular.
4.
Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan
konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi regular.
5.
Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi
dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan
peristaltic.
6.
Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan
air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.
h.
Resiko gangguan integritas kulit
Tujuan :
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria hasil :
1.
Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan
luka.
2.
Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan
luka.
3.
Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Rencana tindakan
:
1.
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of
motion) dan mobilisasi jika mungkin.
2.
Rubah posisi tiap 2 jam.
3.
Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di
bawah daerah-daerah yang menonjol.
4.
Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang
baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
5.
Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan
palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah
posisi.
6.
Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin
hindari trauma, panas terhadap kulit.
Rasional :
1.
Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
2.
Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran
darah.
3.
Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah
yang menonjol.
4.
Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
5.
Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan
jaringan.
6.
Mempertahankan keutuhan kulit.
i.
Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
Tujuan:
Jalan
nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
1. Klien
tidak sesak nafas
2. Tidak
terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
3. Tidak
retraksi otot bantu pernafasan
4.
Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Rencana
tindakan:
1. Berikan
penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan
jalan nafas
2. Rubah
posisi tiap 2 jam sekali
3. Berikan
intake yang adekuat (2000 cc per hari)
4. Observasi
pola dan frekuensi nafas
5. Auskultasi
suara nafas
6.
Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan
umum klien
Rasional:
1. Klien
dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
2. Perubahan
posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
3. Air
yang cukup dapat mengencerkan secret
4. Untuk
mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
5. Untuk
mengetahui adanya kelainan suara nafas
6. Agar
dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
j.
Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri)
Tujuan :
Klien
mampu mengontrol eliminasi urinnya.
Kriteria hasil :
1. Klien
akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensi
2.
Tidak ada distensi bladder.
Rencana
tindakan :
1. Identifikasi
pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.
2. Ajarkan
untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
3. Ajarkan
teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan
suprapubik, manuver regangan anal).
4. Bila
masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang
telah direncanakan.
5.
Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi
optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi).
Rasional
:
1. Berkemih
yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang
berlebih.
2. Pembatasan
cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis.
3. Untuk
melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
4. Kapasitas
kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga
memerlukanuntuk lebih sering berkemih.
5.
Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah
infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Menurut WHO.
(1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan
olehgangguan aliran darah yang
timbul secara mendadak dengan tanda dan gejalasesuai dengan daerah fokal pada otak yang
terganggu
B.
SARAN
Untuk penderita
tekanan darah tinggi biasanya tidak
diberikan antikoagulan dan juga pada pasien dengan
perdarahanotak, karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam
otak.
Selain itu,
penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infuse untuk
memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stoke in evolution, diberikan
antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah
terjadi komplikasi.
Pada completed
stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki alirandarah ke daerah
tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak
dilakukan pembedahan.
Pengangkatan
sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringanatau transient
ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinyastroke di masa yang
akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang.
Untuk mengurangi
pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderitastroke akut, biasanya
diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita strokeyang sangat berat
mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan
pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatiankhusus kepada fungsi
kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka
di kulit karena penekanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar